Pertanyaan-pertanyaan mengenai para Malaikat kudus yang dijawab oleh Gereja
Katekese mengenai Malaikat
“Kehadiran makhluk spiritual, tanpa wujud jasmani yang Kitab Suci biasanya sebut sebagai “malaikat” adalah kebenaran iman. Saksi dari kitab suci sejelas kebulatan Tradisi.” (Kat. 328)
“Tradisi mengenai para malaikat sebagai pembawa pesan dari Tuhan, ‘pelaksana kuat dari segala perintah Tuhan, dan sigap akan segala suara dari firman-Nya (Mzm 103:20). Mereka melayani rencana keselamatan, dan ‘diutus untuk melayani semua yang akan mewariskan keselamatan’ (Ibr 1:14).” (DIREKTORI DARI KESALEHAN POPULER, n. 123)
“Malaikat adalah makhluk spiritual murni, tidak berwujud, tidak kelihatan, abadi dan makhluk personal yang diberkahi dengan intelegensi dan kehendak. Mereka secara terus menerus memandang wajah Tuhan dari muka ke muka dan mereka mengagungkan Tuhan. Mereka melayani-Nya dan adalah utusan-Nya dalam menyelesaikan misi penyelamatan untuk semua.” (Kompendium 60).
“Nama yang diberikan kepada mereka oleh Kitab Suci menunjukkan bahwa yang terpenting dalam Wahyu adalah kebenaran perihal tugas malaikat terhadap manusia: malaikat (angelus) pada dasarnya berarti ‘penyampai pesan’. Kata dalam Bahasa Ibrani malak, digunakan dalam Perjanjian Lama, untuk menandakan secara lebih tepat ‘delegasi’ atau ‘duta besar’. Para Malaikat yang adalah makhluk spiritual, memiliki fungsi mediasi dan pelayanan dalam hubungan antara Tuhan dan manusia. Dalam aspek tersebut Surat kepada orang Ibrani mengatakan bahwa Kristus telah diberikan sebuah ‘nama’, dan oleh sebab itu sebuah pelayanan untuk memperantarai, yang lebih superior dibandingkan dengan para malaikat (bdk. Ibr 1:4).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 30 Juli 1986).
“Seperti penglihatan mengenai tangga Yakub- ‘Para utusan Tuhan naik dan turun di atasnya’ (Kejadian 28:12)- Para malaikat adalah utusan yang energik dan tak kenal lelah yang menghubungkan sorga dan bumi.” (Kompendium, komentar Gambar)
“...Dengan seluruh keberadaannya para malaikat adalah hamba-hamba dan utusan-utusan Tuhan. Karena mereka ‘selalu melihat wajah Bapakku yang di surga’ mereka adalah ‘yang perkasa yang melakukan firman-Nya, mendengarkan suara firman-Nya’ (Mat 18:10; Mzm 103:20).” (Kat. 329)
“Dalam kesempurnaan kodrat spiritual mereka para malaikat dipanggil sejak semula, berdasarkan kecerdasan mereka, untuk mengetahui kebenaran dan mencintai kebaikan yang mereka ketahui dalam kebenaran dengan cara yang lebih lengkap dan sempurna daripada yang mungkin dilakukan manusia. Cinta ini adalah tindakan kehendak bebas, dan oleh karena itu bagi para malaikat kebebasan juga menyiratkan kemungkinan pilihan untuk atau melawan Kebaikan yang mereka ketahui, yaitu Tuhan sendiri.” (St. Yohannes Paulus II, Katekese Malaikat, 23 Juli 1986)
Para malaikat adalah “sosok yang bercahaya dan misterius.” (Benediktus XVI, Angelus, 1 Maret, 2009)
“Kitab Suci dan tradisi Gereja memungkinkan kita untuk membedakan dua aspek. Di satu sisi, Malaikat adalah makhluk yang berdiri di hadapan Tuhan, berorientasi kepada Tuhan dengan seluruh keberadaannya. Ketiga nama Malaikat Agung berakhir dengan kata ‘El’, yang berarti ‘Tuhan’. Tuhan tertulis dalam nama mereka, dalam kodrat mereka. Kodrat asli mereka ada di hadapan-Nya dan untuk-Nya. Dengan cara inilah aspek kedua yang mencirikan para Malaikat juga dijelaskan: Mereka adalah utusan-utusan Tuhan. Mereka membawa Tuhan kepada manusia, mereka membuka sorga dan dengan demikian membuka bumi. Justru karena mereka bersama Tuhan, mereka juga bisa sangat dekat dengan manusia.” (Benediktus XVI, 29 September 2007)
Kami menyadari di atas segalanya bahwa Penyelanggaraan, sebagai Kebijaksanaan Tuhan yang penuh Kasih, dimanifestasikan secara tepat dalam penciptaan makhluk spiritual murni, untuk mengungkapkan dengan lebih baik keserupaan Tuhan dalam diri mereka yang lebih unggul dari semua yang diciptakan dalam dunia yang terlihat termasuk manusia, yang juga merupakan citra Tuhan yang tak terhapuskan.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 9 Juli 1986).
Menurut wahyu, para malaikat yang berpartisipasi dalam kehidupan Tritunggal dalam cahaya kemuliaan juga dipanggil untuk berperan dalam sejarah keselamatan manusia, pada saat-saat yang ditetapkan oleh Penyelenggaraan Ilahi “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” tanya penulis Surat kepada orang Ibrani (1:14).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986).
“Kemurnian spiritual mereka menyiratkan pertama-tama ketidakmaterialan dan keabadian mereka. Para malaikat tidak memiliki ‘tubuh’ (bahkan jika, dalam situasi tertentu, mereka menyingkapkan diri mereka dalam bentuk yang kelihatan karena tugas mereka untuk kebaikan manusia), dan oleh karena itu mereka tidak tunduk kepada hukum kerusakkan yang berlaku umum untuk semua materi dunia.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986).
“Sebagai makhluk yang bersifat spiritual, para malaikat diberkahi dengan kecerdasan dan kehendak bebas, layaknya manusia, namun dalam derajat yang lebih tinggi dari manusia, meskipun ini selalu terbatas karena batasan yang melekat pada setiap makhluk. Oleh karena itu, para malaikat adalah makhluk pribadi, dan dengan demikian, juga adalah ‘menurut gambar dan rupa’ Tuhan .” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986).
“Kitab Suci merujuk kepada malaikat juga dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak hanya bersifat pribadi (seperti nama diri Rafael, Gabriel, Mikael), tetapi juga ‘kolektif’ (seperti gelar: Serafim, Kerubim, Singgasana, Penguasa, Kekuatan, Kebajikan), sama seperti membedakan antara malaikat dengan malaikat agung. Sambil mengingat karakter bahasa teks kitab suci yang analog dan representatif, kita dapat menyimpulkan bahwa makhluk dan pribadi ini, sebagaimana dikelompokkan bersama dalam masyarakat, dibagi menjadi pangkat dan tingkatan, sesuai dengan ukuran kesempurnaan mereka dan sesuai dengan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. Para penulis kuno dan liturgi sendiri juga berbicara mengenai paduan suara para malaikat (sembilan, menurut Dionisius Areopagite).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986).
Terdapat saling ketergantungan dan hierarki di antara makhluk sebagaimana dikehendaki Tuhan. Pada saat yang sama, terdapat juga kesatuan dan solidaritas di antara makhluk karena semuanya memiliki Pencipta yang sama, dicintai olehnya dan diatur untuk kemuliaan-Nya.” (Kompendium 64)
Katekese mengenai Malaikat
“Kebenaran mengenai para malaikat dalam arti tertentu adalah ‘jaminan’, meskipun tidak dapat dipisahkan dari wahyu utama, yaitu keberadaan, kebesaran dan keagungan dari sang Pencipta yang bersinar dalam semua ciptaan (‘terlihat’ dan ‘tidak terlihat’) dan dalam tindakan penyelamatan Tuhan dalam sejarah umat manusia. Oleh karena itu para malaikat bukanlah makhluk dalam tingkat pertama, dalam realitas Wahyu, meskipun mereka sepenuhnya termasuk di dalamnya, sedemikian rupa sehingga kadang-kadang kita melihat mereka melakukan tugas-tugas fundamental atas nama Tuhan sendiri.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese mengenai Malaikat, 9 juli 1986).
“Kami akan menghapus bagian penting dari Injil jika kami meninggalkan makhluk-makhluk yang diutus oleh Tuhan ini, yang mewartakan dan yang merupakan tanda dari kehadiran Tuhan di antara kami.” (Benediktus XVI, Angelus, 1 Maret 2009).
“Para malaikat telah hadir sejak penciptaan dan sepanjang sejarah keselamatan, mengumumkan keselamatan ini dari jauh atau dekat dan melayani pemenuhan rencana ilahi.” (Kat. 332)
“...Mereka menutup gerbang-gerbang sorga duniawi (bdk. Kej 3:24), mereka menyelamatkan Hagar dan anaknya Ismael (bdk. Kej 21:17), mereka menahan tangan Abraham ketika ia hendak mengorbankan Ishak (bdk. Kej 22:7), mereka memberitakan kelahiran yang luar biasa (bdk. Yeh 13:3-7), mereka melindungi langkah orang benar (bdk. Mzm 91:11), mereka memuji Tuhan tanpa henti (bdk. Yes 6:1-4), dan mereka mempersembahkan doa para Kudus kepada Tuhan (bdk. Why 8, 34). Umat beriman juga menyadari kedatangan malaikat yang menolong Elia, seorang pelarian yang kelelahan (bdk. 1 Raj 19: 4-8), Azarya dan rekan-rekannya dalam perapian yang bernyala-nyala (bdk. Dan 3:49-50), dan akrab dengan kisah Tobias, dimana Rafael, ‘salah satu dari ketujuh Malaikat yang berdiri selalu siap untuk memasuki hadirat kemuliaan Tuhan’ (bdk. Tob 12:15), yang memberikan banyak pelayanan kepada Tobit, Tobias anaknya dan Sarah istri dari Tobias.” (DIREKTORI DARI KESALEHAN POPULER, n.214).
“Dari sejak peristiwa Inkarnasi hingga Kenaikan Tuhan, kehidupan sang Sabda yang menjelma dikelilingi oleh pujian dan pelayanan para malaikat.
Tetapi pada saat Allah mengutus Anak-Nya yang sulung ke dunia ini, Allah berkata begini, “Semua malaikat Allah wajib menyembah Anak itu.” (Ibr 1:6).
Malaikat Gabriel memberi kabar kepada Maria bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Putra dari Yang Maha Tinggi (bdk. Luk 1: 26-38), dan bahwa seorang Malaikat menyingkapkan kepada Yosep asal usul supernatural dari kehamilan Maria (bdk. Mat 1:18-25); Para Malaikat menampakkan diri kepada para gembala di Betlehem dengan kabar sukacita mengenai kelahiran sang Juru Selamat (bdk. Luk 2:8-24). Nyanyian pujian para Malaikat saat kelahiran Kristus tidak pernah berhenti dilantunkan dalam pujian Gereja: ‘Kemuliaan kepada Allah di tempat yang maha tinggi’ (Luk 2:14)!
‘Malaikat Tuhan’ melindungi bayi Yesus saat Ia diancam oleh Herodes (bdk. Mat 2:13-20); para Malaikat melayani Yesus di padang gurun (bdk. Mat 4:11) dan menguatkannya dalam penderitaanNya(Luk 22:43), ketika dia bisa diselamatkan oleh mereka dari tangan musuh-musuh-Nya seperti Israel (bdk. Mat 1:20; 2:13, 19; 4:11, 26:53; Mrk 1:13; Luk 22:43, 2 Mak 10:29-30, 11:8).
Dan kepada para wanita yang berkumpul di kubur, mereka mewartakan bahwa Ia telah bangkit (bdk. Mrk 16, 1-8), mereka menampakkan diri lagi saat Kenaikan, mengungkapkan maknanya kepada para murid dan memberitahukan bahwa ‘Yesus… akan kembali lagi dengan cara itu juga seperti yang kalian lihat tadi.’ (Kis 1:11).
Sekali lagi, para malaikatlah yang ‘menginjili’ dengan mewartakan Kabar Baik mengenai Inkarnasi dan Kebangkitan Yesus (bdk. Luk 2:8-14; Mrk 16:5-7). Mereka akan hadir saat kedatangan Kristus kembali, yang akan mereka umumkan, untuk melayani pada hari penghakimanNya (bdk. Kis 1:10-11; Mat 13:41; 24:31; Luk 12:8-9).” (bdk. Kat. 333 dan DIREKTORI KESALEHAN POPULER 214).
“Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa para Malaikat, sebagai roh murni, tidak hanya berpartisipasi dalam kekudusan Tuhan sendiri, dengan cara yang sesuai dengan mereka, namun pada saat-saat penting mereka mengelilingi Kristus dan menemani-Nya dalam pemenuhan misi penyelamatan-Nya kepada umat manusia.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 30 Juli, 1986).
“Kristus adalah pusat dunia para malaikat. Mereka adalah malaikat-malaikat-Nya: ‘Apabila Anak Manusia datang sebagai Raja diiringi semua malaikat-Nya” (Mat 25:31). Mereka adalah milikNya karena mereka diciptakan melalui dan untuk Nya: ‘Sebab melalui Dialah Allah menciptakan segala sesuatu di surga dan di atas bumi, segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, termasuk juga segala roh yang berkuasa dan yang memerintah. Seluruh alam ini diciptakan melalui Kristus dan untuk Kristus’ (Kol 1:16). Mereka lebih menjadi milik-Nya karena dia telah menjadikan mereka utusan dari rencana penyelamatan-Nya: ‘Bukankah mereka adalah roh-roh yang melayani Allah, dan yang disuruh Allah untuk menolong orang-orang yang akan menerima keselamatan’ (Ibr 1:14)?” (Kat. 331)
“Umat beriman akan memahami dengan baik pentingnya peringatan Yesus untuk tidak meremehkan sedikitpun dari mereka yang percaya kepada-Nya karena ‘Sebab ingatlah, malaikat-malaikat mereka selalu ada di hadapan Bapa-Ku di surga’ (Mat 18:10), dan penghiburan dari kepastiannya bahwa ‘Begitulah juga malaikat Allah gembira kalau ada satu orang jahat bertobat dari dosa-dosanya. Percayalah!’ (Luk 15:10). Umat beriman juga menyadari bahwa ‘Anak Manusia akan datang dengan kemuliaan-Nya bersama dengan Malaikat-Malaikat-Nya’ (Luk 15:10) untuk mengadili orang yang hidup dan mati, serta mengakhiri sejarah.” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 214)
“Tuhan, yang benar-benar Roh yang sempurna, direfleksikan khususnya dalam makhluk-makhluk spiritual, yang, menurut asalnya, yaitu menurut alasan spiritualitasnya, lebih dekat dengan Tuhan dibandingkan dengan makhluk-makhluk material, dan yang merupakan ‘lingkaran’ terdekat dari sang Pencipta. Kitab Suci menawarkan bukti-bukti yang berlimpah dan nyata dari kedekatan maksimal ini dengan Tuhan dari para Malaikat, yang dibicarakan secara khiasan sebagai ‘Takhta’ Tuhan, sebagai ‘legion’ Tuhan, ‘Sorga’ Tuhan. Hal ini telah mengilhami puisi yang merepresentasikan para malaikat kepada kita sebagai ‘Pengadilan Tuhan’.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 9 Juli, 1986).
Katekese mengenai Malaikat
“Menurut Wahyu, para malaikat yang berpartisipasi dalam kehidupan Trinitas dalam terang kemuliaan juga dipanggil untuk memainkan peran dalam sejarah keselamatan manusia, pada saat-saat yang ditetapkan oleh Penyelenggaraan Ilahi. Bukankah mereka semua adalah roh-roh pelayan yang diutus untuk melayani, demi mereka yang akan memperoleh keselamatan?’, tanya penulis Surat kepada orang Ibrani (1:14). Hal ini dipercayai dan diajarkan oleh Gereja, berdasarkan Kitab Suci, dimana kita mengetahui bahwa tugas dari para malaikat baik adalah perlindungan manusia dan perhatian untuk keselamatan mereka. Kita menemukan pengalaman-pengalaman ini dalam berbagai ayat dalam Kitab Suci, seperti pada contohnya, Mazmur 90 yang telah dikutip beberapa kali: ‘Allah menyuruh malaikat-Nya menjagai engkau, untuk melindungi engkau kemana saja engkau pergi. Mereka akan mengangkat engkau di telapak tangannya, supaya kakimu jangan tersandung pada batu’ (Mzm 90:11-12). Yesus sendiri, berbicara mengenai anak-anak dan memperingatkan agar tidak memberikan mereka skandal, merujuk kepada ‘malaikat mereka’ (Mat 18:10).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986)
“Dari awal mula hingga kematiannya, kehidupan manusia dikelilingi oleh perhatian dan perantaraan para malaikat (lih, Mat 18:10; Luk 16:22; Mzm 34:7; 91:10-13; Ayb 33:23-24; Za 1:12; Tob 12:12). … Sudah berada di bumi kehidupan Kristen berbagi dengan iman dalam kumpulan para malaikat kudus dan manusia yang dipersatukan dalam Tuhan. “(Kat, 336)
“Dengan menempatkan malaikatnya disamping kita, Tuhan bermaksud untuk menemani dalam setiap momen kehidupan kita dengan cinta dan perlindungan-Nya, sehingga kita dapat bertanding dalam pertandingan iman yang benar (bdk. 1Tim 6:12), dan memberikan kesaksian tanpa rasa takut dan ragu mengenai kesetiaan kita kepada Dia yang telah wafat dan bangkit demi penebusan kita.” (St. Yohanes Paulus II, Regina Caeli, 31 Maret 1997)
“St. Basilius Agung (†378) mengajarkan bahwa ‘setiap anggota umat beriman memiliki seorang Malaikat Pelindung untuk melindungi, menjaga, dan membimbing mereka menjalani hidup.’ (St. Basilius, Adv. Eunomium III, I: PG 29, 656B). Ajaran kuno ini digabungkan oleh berbagai sumber alkitabiah dan patristik dan terletak di balik banyak bentuk kesalehan. St. Bernardus dari Clairvaux (†1153) adalah guru yang hebat dan seorang promotor terkenal dari devosi kepada Malaikat Pelindung. Menurut beliau, itu adalah bukti ‘bahwa sorga tidak menyangkal apapun yang membantu kita’, dan oleh karena itu, ‘roh-roh sorgawi ini telah ditempatkan di sisi kita untuk melindungi kita, mengajar kita, dan membimbing kita.’293”. (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no.216)
“Yesus menghubungkan para malaikat dengan fungsi sebagai saksi dalam pengadilan terakhir dengan nasib mereka yang mengakui dan menolak Kristus: ‘Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah; Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah.’(Luk 12:8-9); Why 3:5). Kata-kata ini penting karena, jika para malaikat ambil bagian dalam pengadilan Tuhan, maka artinya mereka juga tertarik dalam hidup manusia. Ketertarikan dan partisipasi ini tampaknya ditekankan dalam wacana eskatologis, yang mana Yesus menampilkan para malaikat dalam Parousia, yaitu kedatangan Yesus yang pasti pada akhir sejarah (bdk. Mat 24:31; 25:31-4).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986)
“Di antara kitab-kitab Perjanjian Baru, khususnya Kisah para Rasul yang menunjukkan kepada kita beberapa fakta yang menjadi saksi atas perhatian para malaikat terhadap manusia dan keselamatannya. Oleh sebab itu, malaikat Tuhan membebaskan para Rasul dari penjara (bdk. Kis 5:18-20) dan yang pertama dari mereka adalah Petrus, ketika ia diancam dengan hukuman mati dalam cengkraman Herodes (bdk. Kis 12:5-10). Atau ketika malaikat membimbing aktivitas Petrus sehubungan dengan perwira Kornelius, orang pertama dari golongan pagan yang dibaptis (Kis 10:3-8, 11:1-12), dan secara analogi aktivitas deakon Filipus di sepanjang jalan dari Yerusalem menuju Gaza (Kis 8:26-29).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus, 1986)
“Seperti pada penglihatan mengenai tangga Yakub- ‘dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu.’ (Kej 28:12)- para malaikat adalah perantara yang energik dan tidak kenal lelah yang menghubungkan sorga dan bumi. Antara Tuhan dan umat manusia tidak ada kesunyian atau kurangnya komunikasi namun yang ada adalah pembicaraan terus menerus, pertukaran pribadi tanpa henti. Manusia, yang mana komunikasi ini ditujukan, harus mempertajam telinga spiritual mereka untuk mendengar dan mengerti Bahasa malaikat ini yang mendorong kata-kata yang baik, sentiment suci, tindakan belas kasih, perilaku amal, dan hubungan yang membangun.” (Kompendium, komentar gambar)
“… Para malaikat bekerja sama dalam semua pekerjaan baik kita.” (latin: “Ad omnia bona nostri cooperantur angeli.” St. Thomas Aquinas, STh I, 114, 3, ad 3).” (Kat.350)
“Mereka adalah penyampai pesan Tuhan. Mereka membawakan Tuhan kepada manusia, mereka membuka sorga dan dengan demikian membuka bumi. Lebih tepatnya karena mereka bersama-sama dengan Tuhan, mereka juga dapat lebih dekat dengan manusia. Memang benar, Tuhan lebih dekat dengan kita masing-masing daripada diri kita sendiri. Para malaikat berbicara kepada manusia tentang apa yang merupakan keadaannya yang sebenarnya, tentang apa yang dalam hidupnya sering disembunyikan dan dikubur. Mereka membawa manusia kembali kepada Tuhan, menyentuh manusia atas nama Tuhan. Dalam pengertian ini, kita manusia juga harus selalu kembali menjadi seperti malaikat satu sama lain – malaikat yang menjauhkan manusia dari jalan yang salah dan selalu mengarahkan mereka, selalu baru, kepada Tuhan.” (Benediktus XVI, 29 September, 2007)
“Mari kita sering berdoa kepada para Malaikat, sehingga mereka menopang kita dalam komitmen kita untuk mengikuti Yesus sampai kepada titik kita serupa dengan Dia. “(Benediktus XVI, Angelus, 1 Maret, 2009).
“Selalu melihat wajah Bapa dengan cara ini adalah perwujudan tertinggi dari penyembahan kepada Tuhan. Seseorang dapat berkata bahwa hal ini merupakan ‘liturgi sorgawi’, yang dijalankan atas nama seluruh alam semesta; yang dengannya liturgi duniawi dari Gereja terus disertakan, khususnya pada saat-saat puncaknya.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus, 1986)
“Paus Gregorius Agung, dalam salah satu homilinya, pernah berkata bahwa malaikat Tuhan, sejauh apapun mereka pergi dalam misi mereka, selalu bergerak di dalam Tuhan. Mereka selalu bersama dengan Tuhan. “(Benediktus XVI, Homili, 11 September 2006)
Katekese mengenai Malaikat
“Malaikat dan manusia, sebagai makhluk yang bebas dan memiliki nalar, harus melanjutkan perjalanan menuju takdir akhir mereka dengan pilihan bebas dan cinta istimewa mereka. Karena itu mereka dapat tersesat. Sungguh, mereka telah berdosa. Demikianlah kejahatan moral, yang lebih berbahaya daripada kejahatan fisik, memasuki dunia. Tuhan sama sekali bukanlah, secara langsung ataupun tidak langsung, penyebab kejahatan moral (bdk. St. Agustinus, De libero arbitrio I, 1, 2: PL 32, 1221-1223; St. Thomas Aquinas, STh I-II, 79, 1). Tuhan mengijinkan hal tersebut, meskipun demikian, karena Ia menghargai kebebasan makhluk-makhluk ciptaannya dan, secara misterius, tahu bagaimana memperoleh kebaikan darinya: ‘Karena Tuhan yang Maha Kuasa…, karena Dia sangatlah baik, tidak akan pernah mengijinkan kejahatan apapun ada dalam karya-karyanya jika Ia tidak begitu berkuasa dan baik sehingga menyebabkan kebaikan muncul dari kejahatan itu sendiri’ (St Agustinus, Enchiridion II, 3: PL 40, 236).’’ (Kat. 311)
“Para malaikat (baik) telah memilih Tuhan sebagai kebaikan tertinggi dan nyata, yang dikenal oleh akal yang telah dicerahkan oleh Wahyu. Memilih Tuhan berarti mereka telah berpaling kepadaNya dengan segenap kekuatan batin dari kebebasan mereka, sebuah daya yang adalah kasih. Tuhan menjadi ruang lingkup yang total dan nyata dari eksisensi spiritual mereka.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 23 Juli 1986). “Mereka dipersatukan oleh Tuhan dengan cinta yang sempurna yang mengalir dari pandangan penuh kebahagiaan, dari muka ke muka, dari Trinitas yang Maha Kudus.”(St.Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 6 Agustus 1986).
“Ekspresi ini mengindikasikan bahwa satan dan iblis-iblis lainnya, sebagaimana diceritakan oleh Kitab Suci dan Tradisi Gereja, pada mulanya adalah malaikat, yang diciptakan (awalnya) baik oleh Tuhan. Akan tetapi, mereka berubah menjadi jahat karena dengan pilihan yang bebas dan tidak dapat diubah mereka menolak Tuhan dan KerajaanNya, dengan demikian memastikan keberadaan neraka. Mereka mencoba untuk menghubungkan manusia dengan pemberontakan mereka melawan Tuhan. Akan tetapi, Tuhan telah menempa dalam Kristus kemenangan yang pasti terhadap si jahat.” (Comp. 74)
“Para malaikat lainnya malahan berpaling dari Tuhan berlawanan dengan kebenaran dari pengetahuan yang mengindikasikan Tuhan sebagai kebaikan yang total dan nyata. Pilihan mereka bertentangan dengan pengungkapan misteri Tuhan, untuk rahmat-Nya yang membuat mereka mengambil bagian dari Trinitas dan persahabatan abadi dengan Tuhan dalam persekutuan dengan Dia melalui cinta. Dengan dasar kebebasan ciptaan mereka, mereka mengambil pilihan yang radikal dan tidak dapat diubah yang setara dengan pilihan yang diambil oleh para malaikat baik, namun berlawanan secara simetris. Alih-alih menerima Tuhan yang penuh cinta mereka menolak-Nya, diilhami oleh rasa kemandirian yang palsu, kebencian dan bahkan dendam yang berubah menjadi pemberontakan.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 23 Juli, 1986)
Karena itu, mereka “jatuh” kedalam dosa dan keluar dari kasih karunia, secara permanen dan selamanya.
“Para Bapa Gereja dan ahli teologi tidak ragu untuk membicarakan mengenai “kebutaan” yang dihasilkan dari penilaian berlebihan dari kesempurnaan diri mereka, yang didorong bahkan sampai mengabaikan supremasi Tuhan, yang sebaliknya memerlukan tindakan penyerahan diri yang patuh dan taat. Semuanya ini dirangkum secara singkat dalam kata-kata: “Saya tidak akan melayani” (Yer 2:20), yang membuktikan penolakkan radikal dan tidak dapat diubah untuk ambil bagian dalam pembangunan kerajaan Tuhan dalam dunia ciptaan. Satan, roh pemberontak, berharap memiliki kerajaannya sendiri, bukan kerajaan Tuhan, dan dia bangkit sebagai “musuh” pertama dari Sang Pencipta, lawan dari Tuhan, dan antagonis dari hikmat Tuhan yang penuh kasih. Dari pemberontakan dan dosa setan, dan juga manusia, kita harus menyimpulkan dengan menerima pengalaman bijak dari Kitab Suci yang menyatakan: “Dalam kesombongan ada kebinasaan” (Tob 4:13).” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 23 Juli, 1986)
“Iblis ‘telah berdosa dari mulanya; Ia adalah ‘pendusta dan bapa segala dusta’ (1 Yoh 3:8; Yoh 8:44).” (Kat. 392)
“Ini adalah karakter yang tidak dapat dibatalkan dari pilihan mereka, dan bukanlah cacat dalam kerahiman Ilahi yang tidak terbatas, yang membuat dosa malaikat tidak terampuni.“ Tidak ada pertobatan bagi para malaikat setelah pertobatannya, sama seperti tidak ada pertobatan bagi manusia sesudah kematian.” (St. Yohanus Damaskus, De Fide orth. 2,4: PG 94, 877).” (Kat. 393)
“Jelas bahwa jika Tuhan ‘tidak memaafkan’ dosa para malaikat, hal ini karena mereka tetap berada dalam dosa mereka, karena mereka selamanya ‘dalam rantai’ pilihan yang mereka buat sejak awal, menolak Tuhan, melawan kebenaran dari kebaikan tertinggi dan pasti dari Tuhan sendiri.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 13 Agustus, 1986).
“Janganlah kaget dengan jawaban Kami dan janganlah menganggapnya sebagai penyederhanaan atau bahkan takhayul: salah satu kebutuhan besar Gereja adalah untuk dipertahankan melawan kejahatan yang kita sebut sebagai iblis… Siapa yang dapat melupakan gambaran yang sangat penting tentang tiga pencobaan Kristus? Atau banyak episode dalam Injil dimana iblis bertemu Yesus dan digambarkan dalam ajaran Tuhan? Dan bagaimana bisa kita lupa akan Kristus, yang merujuk iblis tiga kali sebagai musuh-Nya, menggambarkan dia sebagai ‘penguasa dunia ini’? … Iblis adalah asal usul dari kejatuhan manusia yang pertama, dia adalah penggoda yang licik, dan fatal yang terlibat dalam dosa pertama, dosa asal. Kejatuhan Adam tersebut memberikan iblis kekuatan tertentu atas manusia, dari mana hanya Penebusan Kristus yang dapat membebaskan kita… Iblis adalah musuh nomor satu, penggoda yang unggul.” (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972.)
“Kitab suci menyaksikan pengaruh bencana dari orang yang Yesus panggil ‘pembunuh sejak semula’, yang bahkan mencoba mengalihkan Yesus dari misi yang Ia terima dari Bapa-Nya(Yoh 8:44; bdk. Mat 4:1-11). ‘Alasan Putra Tuhan menyatakan dirinya adalah untuk membinasakan perbuatan-perbuatan iblis itu’ (1 Yoh 3:8). Konsekuensinya, yang paling parah dari perbuatan-perbuatan ini adalah bujuk rayu yang membuat manusia tidak menaati Tuhan.” (Kat. 394)
“Meskipun demikian kekuatan setan adalah terbatas. Ia hanyalah makhluk, kuat dari fakta bahwa dia adalah roh murni, tetapi masih makhluk. Ia tidak dapat mencegah pembangunan kerajaan Tuhan. Walau setan dapat bertindak di dunia karena kebencian terhadap Tuhan dan kerajaan-Nya dalam Yesus Kristus, dan meskipun tindakannya dapat menyebabkan luka-luka parah- yang sifatnya natural dan secara tidak langsung, bahkan bersifat fisik- kepada setiap orang dan kepada masyarakat, tindakan ini diijinkan oleh penyelenggaraan Ilahi yang dengan kekuatan dan kelembutan membimbing sejarah manusia dan alam semesta. Adalah suatu misteri besar bahwa takdir mengijinkan aktivitas iblis, tetapi ‘kita tahu bahwa dalam segalanya Tuhan bekerja untuk kebaikan bagi semua yang mencintai-Nya’ (Rom 8:28).” (Kat. 395)
“St. Paul memanggil iblis dengan sebutan ‘ilah zaman ini,’ dan memperingatkan kita akan perjuangan yang kita umat Kristen harus lakukan dalam kegelapan, tidak hanya melawan satu iblis, namun melawan banyaknya mereka yang menakutkan. ‘Aku mengenakan perlengkapan senjata Allah,’ Para Rasul mengatakan kepada kita, ‘supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. ' “ (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972.)
“Ia adalah musuh yang tidak terlihat yang menabur kesalahan dan kemalangan dalam sejarah manusia. Perlu diingat kembali perumpamaan Injil mengenai benih yang baik dan ilalang, karena itu mensintesis dan menjelaskan kurangnya logika yang tampaknya memimpin pengalaman kita yang kontradiktif: ‘seorang musuh yang telah melakukannya.’ Ia adalah ‘pembunuh sejak semula,…dan bapa segala dusta’, seperti yang Kristus gambarkan mengenai dia. Dia merusak keseimbangan moral manusia dengan kesesatannya. Ia adalah penggoda yang jahat dan pandai yang tahu bagaimana memasuki kita melalui indra, imaginasi dan libido, melalui logika khayalan, atau melalui kontak sosial yang tidak teratur dalam memberi dan menerima aktivitas kita, sehingga ia dapat mewujudkan penyimpangan-penyimpangan dalam diri kita yang lebih berbahaya karena mereka tampaknya sesuai dengan susunan fisik atau mental kita, atau kepada aspirasi naluriah kita yang mendalam.” (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972).
“Usaha terus menerus sang ular adalah membuat manusia percaya bahwa Tuhan harus hilang sehingga mereka sendiri menjadi penting; bahwa Tuhan menghalangi kebebasan kita dan, oleh karena itu, kita harus melepaskan diri kita dariTuhan.”
“Ini bukan untuk mengatakan bahwa setiap dosa secara langsung disebabkan oleh tindakan si jahat; Namun memang benar bahwa mereka yang tidak menjaga diri mereka sendiri dengan ketelitian moral tertentu terkena pengaruh “misteri kejahatan” yang dikutip oleh St. Paulus yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serius mengenai keselamatan kita.” (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972)
“Kita dapat berasumsi bahwa tindakan jahat iblis sedang bekerja dimana penyangkalan terhadap Tuhan menjadi radikal, halus dan tidak masuk akal; dimana kebohongan menjadi kuat dan munafik di hadapan bukti kebenaran; dimana cinta ditutupi oleh keegoisan yang dingin dan kejam; dimana nama Kristus diserang dengan kebencian yang disadari dan memberontak, dimana semangat injil diperlemah dan ditolak dimana keputusasaan ditegaskan sebagai kata terakhir; dan seterusnya.” (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972.)
“Orang Kristen haruslah menjadi militan; ia harus waspada dan kuat; dan ia harus terkadang menggunakan praktik laku tapa khusus untuk melarikan diri dari serangan jahat tertentu. Yesus mengajarkan kita hal ini dengan merujuk kepada ‘doa dan puasa’ sebagai obatnya. Dan Para Rasul menyarankan garis utama yang harus kita ikuti: ‘Jangan dikalahkan oleh kejahatan, namun kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan. Oleh karena itu, dengan kesadaran akan pertentangan yang harus dihadapi oleh jiwa-jiwa individu, Gereja dan dunia pada saat ini, kita akan mencoba memberikan makna dan keefektivan kepada doa yang akrab dalam doa utama kita: ‘Bapa Kami…bebaskanlah kami dari yang jahat!’” (Paus Paulus VI, Audiensi Umum, 15 November, 1972.)
Katekese mengenai Malaikat
“Keseluruhan hidup Gereja mendapat manfaat dari bantuan misterius dan kuat para malaikat (bdk. Kis 5:18-20; 8:26-29; 10:3-8; 12:6-11; 27:23-25).” (Kat.334)
“Gereja menggabungkan diri dengan para malaikat dalam menyembah Tuhan, memohon perantaraan dan memperingati mereka dalam liturginya. ‘Di samping setiap orang yang percaya berdiri seorang malaikat sebagai pelindung dan gembala yang menuntunnya ke kehidupan.’ (Santo Basilius Agung)” (Comp 61)
“Gereja, yang pada awalnya diselamatkan dan dilindungi oleh pelayanan para Malaikat, dan yang terus-menerus mengalami ‘bantuan misterius dan dahsyat mereka’ , memuji roh-roh sorgawi ini dan meminta perantaraan segera mereka.” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 215)
“Dalam liturginya, Gereja bergabung dengan para malaikat untuk mengagungkan tiga kali Tuhan yang Maha Kudus. Gereja memohon pertolongan mereka (dalam liturgi pemakaman In Paradisum deducant te angeli… [‘Semoga para malaikat menuntunmu ke dalam Sorga…’]. Selanjutnya, dalam “Nyanyian Kerubik” dari liturgi Byzantin, Gereja merayakan ingatan Malaikat tertentu secara lebih khusus (St. Mikael, St. Gabriel, St. Rafael, dan para malaikat pelindung).” (Kat. 335)
“Selama tahun liturgis, Gereja merayakan peran yang dimainkan oleh para Malaikat Kudus, dalam peristiwa keselamatan dan memperingati mereka dalam hari-hari tertentu: 29 September (Pesta Malaikat Agung St. Mikael, Gabriel, dan Rafael), 2 Oktober (Pesta Malaikat Pelindung). Gereja memiliki Misa votiv yang didedikasikan kepada para Malaikat Agung dimana doa pembukanya menyatakan bahwa ‘kemuliaan Tuhan terlukis dalam para Malaikatnya’ . Dalam perayaan misteri kudus, Gereja menghubungkan dirinya dengan nyanyian para Malaikat dan memproklamirkan nama Tuhan yang kudus tiga kali (bdk. Yes 6:3) memohon bantuan mereka sehingga korban Ekaristi “dapat dibawa [ke] altar [Mu] di sorga, di hadapan […] keagungan Ilahi” . Ofisi lauds dirayakan dalam kehadiran para malaikat (bdk. Mzm 137:1) . “(DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 215)
“Devosi kepada para Malaikat Kudus memunculkan suatu bentuk tertentu dari kehidupan Kristen yang dicirikan oleh:
- Rasa syukur yang tulus kepada Tuhan karena telah menempatkan roh-roh sorgawi yang sangat suci dan terhormat ini untuk melayani manusia;
- Sikap devosi yang berasal dari pengetahuan akan hidup terus-menerus di hadapan para Malaikat Kudus Tuhan;
- Ketenangan dan kepercayaan diri dalam menghadapi situasi sulit, karena Tuhan menuntun dan melindungi umat beriman dalam jalan keadilan melalui pelayanan para Malaikat Kudus.” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 216)
“Perjumpaan religius dengan dunia spiritual murnilah yang menjadi berharga sebagai pengungkapan keberadaan manusia sendiri tidak hanya sebagai tubuh melainkan juga sebagai roh, dan kepemilikannya pada rancangan keselamatan yang benar-benar hebat dan manjur dalam komunitas makhluk-makhluk pribadi yang melayani rancangan takdir Tuhan bagi manusia dan bersama manusia.” (St. Yohanes Paulus II, Katekese Malaikat, 30 juli, 1986)
“Gereja mempercayakan pelayanan para Malaikat Kudus (bdk. Why 5:8; 8:3) doa-doa umat beriman, penyesalan para orang yang bertobat , dan perlindungan para orang yang tidak bersalah dari serangan yang berasal dari yang jahat . Gereja memohon kepada Tuhan untuk mengirimkan para Malaikat-Nya pada penguhujung hari untuk melindungi umat beriman saat mereka tidur , berdoa agar para roh-roh sorgawi datang untuk membatu umat beriman dalam sakratul maut mereka , dan dalam ibadat pemakaman, memohon kepada Tuhan untuk mengirim para Malaikatnya untuk mengantar jiwa-jiwa orang benar ke sorga dan untuk menjaga kuburan mereka.” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 215)
“Di antara banyak doa kepada para Malaikat Pelindung, doa Angele Dei sangatlah populer, dan seringkali didoakan oleh para keluarga saat pagi dan malam hari, atau saat mendoakan doa Angelus (Malaikat Tuhan).” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 216)
“Devosi populer terhadap padr Malaikat Kudus, yang sah dan baik, namun juga dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan:
• Saat, seperti yang kadang-kadang terjadi, umat beriman dapat dikuasai paham bahwa dunia tunduk kepada pergumulan demiurgis, atau pertempuran tanpa henti antara roh-roh baik dan roh-roh jahat, atau Para Malaikat dan iblis, yang mana manusia dibiarkan bergantung pada belas kasihan kekuatan yang lebih tingi dan di mana dia tidak berdaya; kosmologi semacam itu memiliki hubungan yang sedikit dengan tujuan Injil yang sejati tentang perjuangan melawan iblis, yang membutuhkan komitmen moral, pilihan yang mendasar untuk Injil, kerendahan hati dan doa;
• Ketika peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak ada atau sedikit hubungannya dengan pendewasaan progresiv kita dalam perjalanan menuju Kristus dibaca secara skematis atau sederhana, memang kekanak-kanakan, sehingga menganggap semua kemalangan kepada Iblis dan semua keberhasilan kepada para Malaikat Pelindung. Praktik pemberian nama kepada para Malaikat Kudus harus dilarang, kecuali dalam kasus Gabriel, Rafael, dan Mikael yang namanya tercantum dalam Kitab Suci.” (DIREKTORI KESALEHAN POPULER, no. 217)
“Kita menemukan St. Mikael dalam Kitab Suci terutama dalam Kitab Daniel, dalam Surat Rasul Yudas Tadeus dan dalam Kitab Wahyu.
Dua dari peran Malaikat Agung ini menjadi jelas dalam teks-teks ini. Ia membela penyebab keesaan Tuhan melawan kesombongan ‘si ular tua’, begitulah Yohanes menyebutnya. Akan tetapi, sang naga tidak hanya mendakwa Tuhan. Kitab Wahyu menyebutnya ‘pendakwa saudara-saudara kita…, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Tuhan’ (12:10). Mereka yang mengesampingkan Tuhan tidak membuat manusia hebat melainkan melepaskan martabatnya. Manusia kemudian menjadi produk evolusi yang gagal. Mereka yang mendakwa Tuhan juga mendakwa manusia. Iman akan Tuhan membela manusia dalam segala kelemahan dan kekurangannya: kecemerlangan Tuhan menyinari setiap individu. Peran Mikael yang lain, menurut Kitab Suci, adalah sebagai pelindung Umat Tuhan (bdk. Dan 10:21; 12P1).” (Benediktus XVI, Homili, 29 September, 2007)
“Mikael adalah Malaikat Agung (bdk. Yud 1:9) yang menegaskan hak-hak Tuhan yang tidak dapat dicabut. Ia adalah salah satu dari pangeran sorgawi (bdk. Dan 12:1)—yang ditugasi untuk melindungi Orang-Orang Pilihan—yang untuk mereka sang Juru Selamat akan datang. Pada masa ini Umat Tuhan yang baru adalah Gereja. Karena alasan ini Gereja menganggapnya sebagai pelindung dan pendukung dalam semua perjuangannya untuk mempertahankan dan memperluas kerajaan Tuhan di bumi. Memang benar bahwa ‘kuasa maut tidak pernah akan menang’, seperti yang Tuhan janjikan (Mat 16:18), tetapi ini bukan berarti bahwa kita dikecualikan dari pencobaan dan pertempuran melawan jerat si jahat. Dalam perjuangan ini Malaikat Agung Mikael berdiri di samping Gereja untuk membelanya melawan semua kejahatan zaman, untuk membantu para orang yang percaya melawan iblis, yang berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum, dan mencari orang yang dapat ditelannya’ (1 Ptr 5:8).” (St. Yohanes Paulus II, Kunjungan ke goa St. Mikael, 24 Mei, 1987 di Monte Gargano)
“Dengan gambaran yang dramatis, penulis Kitab Suci menyajikan kepada kita kejatuhan malaikat pertama, yang tergoda oleh ambisi untuk menjadi ‘serupa seperti Tuhan’. Dari mana reaksi Malaikat Agung Mikael, yang nama Ibraninya berarti ‘Siapa yang seperti Tuhan?’ menegaskan keunikan Tuhan dan keabsolutan-Nya.” (St. Yohanes Paulus II, Kunjungan ke goa St. Mikael, 24 Mei, 1987 di Monte Gargano)
Saya datang ke tempat ini, seperti yang telah dilakukan oleh banyak pendahulu saya di kursi Petrus, untuk sesaat menikmati suasana yang sesuai dengan tempat kudus ini, suasana hening, doa dan silih; saya datang untuk memuji dan dan berdoa kepada St. Mikael Malaikat Agung, agar ia melindungi dan menjaga Gereja Kudus pada saat sulit untuk memberikan kesaksian kristiani yang otentik tanpa kompromi dan akomodasi.” (St. Yohanes Paulus II, Kunjungan ke goa St. Mikael, 24 Mei, 1987 di Monte Gargano)
“Kita bertemu Malaikat Agung St. Gabriel khususnya dalam catatan berharga mengenai peristiwa Kabar Gembira mengenai Inkarnasi Tuhan, seperti yang dikisahkan oleh Lukas kepada kita (1: 26-38). Gabriel adalah penyampai pesan Inkarnasi Tuhan. Ia mengetuk pintu Maria dan, melalui dialah, Tuhan meminta Maria untuk ‘ya’ dalam menjawab proposal untuk menjadi Ibu dari sang Penyelamat: memberikan tubuh manusianya kepada Sabda Tuhan yang kekal, kepada Putra Tuhan”.” (Benediktus XVI, Homili, 29 September, 2007)
“St. Rafael dipersembahkan kepada kita, terutama dalam Kitab Tobit, sebagai Malaikat yang mana dipercayakan dengan tugas penyembuhan… Kitab Tobit merujuk kepada dua tugas penyembuhan Malaikat Agung St. Rafael. Ia menyembuhkan hubungan yang terganggu antara seorang pria dan seorang Wanita. Ia menyembuhkan cinta mereka. Ia mengusir roh-roh jahat yang terus-menerus menghancurkan cita mereka. Ia memurnikan suasana antara keduanya dan memberikan mereka kemampuan untuk menerima diri mereka masing-masing selamanya. Dalam catatan Tobit, penyembuhan ini diceritakan dengan gambaran-gambaran yang legendaris. … Kedua, Kitab Tobit berbicara mengenai penyembuhan mata yang buta.” (Benediktus XVI, Homili, 29 September, 2007)