Tujuh Ciri Karakter dalam Opus Angelorum

about image

Kesetiaan

Kesetiaan adalah tanda khusus tertua dari para Malaikat kudus, yang tetap setia dalam pencobaan di awal mula. Itulah mengapa hal tersebut menjadi fondasi terdalam dari para anggota Opus Angelorum.

Kesetiaan kami adalah kepada Tuhan dan Gereja Katolik Kudus, kepada Bapa Suci, para uskup dan pastor, kepada janji baptis kita dan komitmen kita. Hal ini memerlukan disiplin diri untuk menghindari kritik yang meremehkan dalam pikiran dan bahkan lebih lagi dalam perkataan (bdk. Mat 7:1-5). Dalam kesetiaan ditemukan ketabahan dan iman; upah dari kesetiaan adalah Kerajaan Tuhan: “Setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Why 2:10; bdk. Mat 25:21-23).

Kerendahan Hati

Kerendahan hati tumbuh dari pengetahuan yang memuja tentang TUHAN (bdk. KGK 2628) dan menghasilkan dari dirinya kepercayaan seperti anak kecil yang tidak tergoyahkan kepada Tuhan. Ini harus menjadi keberanian yang menyenangkan untuk melayani, sebuah “adsum” (“Inilah aku – Aku siap!”) bahkan dalam pencobaan dan ketidakadilan yang tampak. Kerendahan hati, dengan Rahmat Tuhan, memerangi dan mengatasi ketidakpercayaan, kecemburuan dan iri hati; ini melawan kelemahan dan kebencian, melawan sikap mengetahui dan memikirkan diri sendiri lebih baik, dan melindungi dari kedinginan hati. Hal ini bersandar pada kata-kata Tuhan: “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” Mat 23:12; Luk 14:11; 18:14).

Kerendahan hati selalu diiringi dengan kesiapan untuk membantu dan dengan kegembiraan, dengan ketabahan dan kepercayaan. Kepercayaan haruslah berasal dari hati yang murni dan watak yang sederhana dan tidak rumit seperti anak kecil.

Ketaatan

Ketaatan haruslah berlandaskan pada Roh Kudus; panutan kita adalah ketaatan bersayap para Malaikat Kudus (bdk. Mzm 103:20; Ibr 1:7). Mereka membantu kita untuk taat karena kasih, tanpa memberontak atau menunda-nunda. Mereka mengajarkan kita: ketaatan suci hanya dimulai disana, dimana pengetahuan manusia berakhir. Kemudian rahmat ketaatan akan bersekutu dengan rahmat kerendahan hati dan mewujudkan suatu tatanan yang menghasilkan kebaikan. Kebijaksanaan dan kesederhanaan terletak di dalamnya.

Kasih

Di atas segalanya, kasih haruslah tumbuh, dimana terletak penyerahan suci, cinta akan Tuhan, akan Ekaristi Mahakudus, akan Salib, dan akan Maria. Keseluruhan hidup kita dan segala yang kita lakukan haruslah dituntun oleh cinta yang kuat kepada Tuhan. Dimulai dengan pikiran, cinta haruslah selalu berada di pusat seperti hati, ya, dalam setiap perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu, cinta Tuhan dalam Ekaristi dan cinta Bunda Maria di bawah Salib sering kita renungkan, contohnya setelah Komuni Kudus.

Cinta harus menjadi sumber utama dari semua tindakan kita. Ia yang mencintai TUHAN dengan segenap hati akan, melanjutkan dari Keilahian ‘Mu’, menemukan hubungan hangat dengan kemanusiaan ‘Mu’. Hanya mereka yang mencintai dengan sepenuh hatinya dapat menghidupkan cinta: pengertian dan kebaikan, keceriaan dan kelembutan hati, kesiapan untuk setiap pengorbanan dan ketabahan cinta, yang menanggung dan mengatasi segala sesuatu (bdk. 1 Kor 13:4-7).

Keheningan

Di bawah bimbingan para Malaikat suci kita belajar keheningan, keheningan penuh kebajikan yang berasal dari ketenangan batin dan persatuan tanpa harapan dengan Tuhan. Perjalanan melewati pelepasan dari semua pemberat kebiasaan dan ikatan yang tidak perlu sehingga jiwa menjadi bebas karena berada dalam Tuhan. Keheningan batin membuat jiwa peka terhadap suara Tuhan dan menerima kekayaan rahmat dan kasih-Nya.

Kesederhanaan

Waktu kita cenderung untuk tidak sederhana. Kesederhanaan dimulai dari tatanan kehidupan batin seseorang. Kita belajar untuk mengekang pikiran kita dan tidak membiarkannya mengembara kepada kemarahan atau kritik yang menghina atau ke dalam lamunan. Kita belajar untuk menimbang perkataan kita dan menjauhkan sikap tidak ramah dan ketidakbijaksanaan. Bukan simpati atau antipati yang harus menuntun perbuatan kita melainkan cinta supernatural akan TUHAN dan sesama. Kesederhanaan adalah dasar dari kemurnian dan ketenangan, akan kemurnian dan kekudusan.

Meneladani Maria

Maria adalah Ratu para Malaikat dan Ibu kita. Ia membawa kita sebagai “anak-anaknya” kepada hatinya, dan kita mempercayakan kebutuhan kita kepadanya. Dalam banyak tantangan hidup kita sehari-hari, Maria mengingatkan kita kepada ketenangan batin, untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang menindas. Dalam “Fiat mihi” (terjadilah padaku) ia adalah panutan, orang yang mengurai simpul kesulitan, orang yang membuka pintu untuk dialog yang mesra dengan Tuhan. Dengan meneladani Maria dan menjadi semakin Maria, kita semakin menemukan jalan kita ke dalam jejak langkah Tuhan dan kemuridan-Nya.